Daftar Isi
1. | Hukum Perikemanusiaan Internasional |
2. | Ketentuan Dasar HPI |
3. | Keikutsertaan Indonesia dalam HPI |
4. | Implentasi HPI di Indonesia |
Hukum Perikemanusiaan Internasional
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah sebuah cabang dari perlindungan bagi korban perang dan mengenai pembatasan atas alat (sarana) dan metode (cara) bertempur dalamn sengketa bersenjata internasional ataupun non internasional. HPI dikenal pula dengan beberapa nama lain, yaitu Hukum Perang (the Law of War), Hukum Sengketa Bersenjata (the Law of Armed Conflict), atau Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law).
Tujuan HPI:
1. Memberikan perlindungan kepada mereka yang tidak terlibat, atau tidak lagi terlibat, dalam pertempuran, yaitu penduduk sipil, tentara yang menjadi korban luka, sakit, korban kapal karam, dan tawanan perang
2. Mengatur penggunaan alat dan cara bertempur, dan
3. Membatasi serta meringankan penderitaan yang diakibatkan oleh perang
Latar belakang HPI berkaitan erat dengan sejarah Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ide yang dituangkan oleh Jean Henry Dunant dalam bukunya “Kenangan dari Solferino” melahirkan sebuah komite yang kemudian dikenal dengan nama Komite Internasional Palang Merah (The International Committee of the Red Cross and Red Crescent atau ICRC).
Atas prakarsa komite tersebut, Pemerintah Swiss mengadakan konferensi diplomatic pada tahun 1864 di Jenewa. Konferensi ini melahirkan perjanjian internasional yang dikenal dengan nama Konvensi Jenewa 1864. Konvensi yang pada waktu itu mengikat 12 negara tersebut berisi sejumlah ketentuan tentang pemberian bantuan kepada anggota bersenjata yang terluka atau sakit tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan.
Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
- Konvensi Jenewa I : tentang perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang terluka dan sakit di medan pertempuran darat
- Konvensi Jenewa II : tentang perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang terluka, sakit dan korban kapal karam
- Konvensi Jenewa III : tentang perlakuan terhadap tawanan perang
- Konvensi Jenewa IV : tentang perlindungan orang-orang sipil di waktu perang
Protokol-Protokol Tambahan 1977
- Protokol Tambahan I : perlindungan korban sengketa bersenjata internasional
- Protokol Tambahan II : perlindungan korban sengketa bersenjata non-internasional
Selain perjanjian-perjanjian internasional tersebut, instrumen HPI juga meliputi:
- Konvensi Den Haag 1907: tentang penggunaan alat dan cara bertempur
- Konvensi Den Haag 1954: tentang perlindungan terhadap benda budaya pada masa sengketa bersenjata
- Konvensi Senjata Kimia 1993: tentang pelarangan senjata kimia
- Konvensi Ottawa 1997: tentang pelarangan ranjau darat anti personel
- Statuta Roma 1998: tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)
Orang-Orang yang dilindung HPI
- Prajurit yang terluka, sakit, dan yang menjadi korban kapal karam di medan pertempuran
- Tawanan perang dan mereka yang telah meletakkan senjata atau telah menyerah
- Personil kesehatan angkatan bersenjata
- Personil keagamaan angkatan bersenjata
- Orang-orang yang dicabut kebebasannya sebagai akibat dari konflik
- Penduduk sipil, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia
- Petugas Organisasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (ICRC, perhimpunan nasional, dan IFRC)
- Mereka yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertempuran berhak untuk dihormati jiwa serta mental dan fisiknya. Dalam keadaan apapun mereka harus dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi tanpa diskriminasi
- Mereka yang sakit dan terluka harus dirawat oleh pihak yang menguasainya. Petugas medis, transportasi dan peralatan medis serta rohaniawan harus dilindungi Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di atas dasar putih adalah tanda pembeda bagi petugas dan sarana medis serta rohaniawan dan harus dihormati
- Tentara dan orang sipil ditangkap dan berada di bawah kekuasaan pihak lawan berhak untuk dihormati jiwanya, martabat, hak-hak Pribadi dan hak politik, agama atau keyakinan-keyakinan lainnya. Mereka berhak untuk menerima bantuan dan bertukar kabar dengan keluarganya
- Setiap orang harus memperoleh jaminan keadilan yang mendasar. Tidak seorangpun dapat dijatuhi hukuman tanpa melalui proses pengadilan
- Pihak-pihak yang bersengketa atau anggota dari angkatan bersenjata tidak memiliki hak tidak terbatas untuk memilih alat dan metode berperang. Dilarang menggunakan sarana atau metode peperangan yang dapat menyebabkan penderitaan berlebihan dan kerugian yang tidak perlu
- Pihak-pihak yang bersengketa harus membedakan antara kombatan dan penduduk sipil, antara objek-objek militer dan objek-objek sipil. Penyerangan hanya dapat dilakukan terhadap kombatan dan objek-objek militer. Penduduk sipil dan objek sipil seperti rumah tinggal, bendungan, pembangkit listrik, suplai air minum, gudang makanan, rumah Ibadan dan sarana sipil lainnya tidak boleh diserang
- Serangan yang mengakibatkan kerusakan yang luas dan berkepanjangan terhadap lingkungan hidup juga dilarang.
Keikutsertaan Indonesia dalam Perjanjian-perjanjian Internasional di Bidang HPI
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi-konvensi Jenewa 1949 melalui Undang-Undang No. 59 tahun 1958.
Disamping itu, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi beberapa instrumen lain di bidang Hukum Perikemanusiaan Internasional, yaitu:
a) Konvensi tentang Perlindungan Benda Budaya 1954 dan protokolnya
b) tentang Larangan Penggunaan Senjata Kimia 1993
c) Konvensi tentang Larangan Penggunaan Senjata Biologi 1972
Konvensi
Beberapa langkah pengimplementasian HPI telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, antara lain dengan adanya keputusan-keputusan sebagai berikut:
1. Penetapan PMI sebagai satu-satunya Organisasi Kepalangmerahan sebagaimana tertuang dalam Keppres No. 25 Tahun 2950 dan pemberian tugas-tugas kemanusiaan kepada PMI pada waktu terjadi bencana dan peperangan melalui Keppres No. 264 Tahun 1963.
2. Pemakaian/penggunaan tanda dan kata-kata Palang Merah yang tertuang dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1 Tahun 1962
3. Pemberian mandat kepada Pantap Hukum Humaniter yang bertugas mempersiapkan undang-undang dan peraturan-peraturan untuk implementasi Konvensi-konvensi Jenewa melalui Keputusan Menteri Kehakiman No. C-35.PR.09.03 Tahun 1980.
4. Upaya penyebarluasan HPI di kalangan TNI, POLRI, dan instansi pemerintah lainnya dan juga di kalangan PMI bekerjasama dengan ICRC
Di dalam hal penegakan HPI, ada beberapa putusan pengadilan di Indonesia yang menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa yang dianggap terlibat dalam pelanggaran prinsip Hukum Perikemanusiaan Internasional, antara lain dalam proses pengadilan Ad Hoc HAM kasus Timor Timur tahun 1999.